Artikel

Pengelolaan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Management)

Keberlangsungan dan kesuksesan sebuah organisasi, baik profit maupun non-profit, tak bisa dilepaskan dari pengelolaan kepentingan-kepentingan atau umum dikenal dengan stakeholder management. Bagaimana korelasi dan pengaruhnya?

Penyair Inggris John Donne (1572-1631) menggambarkannya dengan baik melalui syairnya berjudul

No Man is an Island.


“…No man is an island entire of itself; every man is a piece of the continent, a part of the main…”


Baris di atas menyiratkan makna bahwa selalu ada yang lebih besar dari dirinya sendiri; tak seorang pun bisa hidup sendirian. Hal yang sama berlaku pada organisasi, badan usaha, maupun perusahaan, yang dalam aktivitas dan upaya pencapaian tujuannya perlu melibatkan banyak pihak.


Siapa itu stakeholder?

Pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu aktivitas atau proyek merupakan pemangku kepentingan atau stakeholder. Dalam hal ini, kepentingan suatu pihak berkaitan erat dengan peran atau partisipasinya. Pemangku kepentingan bisa berbentuk individu atau perorangan, kelompok, ataupun organisasi. Contohnya adalah karyawan, pemegang saham, konsumen, komunitas lokal, kompetitor, dan pemerintah.


Oleh karena peran dan partisipasinya, stakeholder dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas dan keputusan-keputusan dalam upaya pencapaian tujuan. Sebagai contoh, karyawan yang adalah salah satu stakeholder dalam suatu perusahaan.

Perusahaan memerlukan sejumlah karyawan, lalu membagi-baginya ke dalam jobdesk masing-masing agar aktivitas usaha bisa berjalan. Karyawan mempunyai kewajiban untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Di sisi lain, mereka memiliki hak atas gaji, tunjangan, serta beberapa hal lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan sebagai upah atas pekerjaan. Kedua kepentingan tersebut harus senantiasa bertemu.

Bayangkan jika perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi hak-hak karyawannya. Aktivitas usaha pun bisa berhenti seketika.


Stakeholder Management

Madga Ramos, dalam sebuah artikel yang diterbitkan di platform professional LinkedIn, menyebut bahwa stakeholder management merupakan soft skill penting yang harus dimiliki oleh mereka yang menduduki jabatan dan peran di C-Level. Atau pada organisasi pada umumnya, orang-orang yang mempunyai kapasitas mengambil keputusan.


Hal ini dikarenakan inti sari dari stakeholder management adalah menciptakan situasi dan suasana yang harmonis dan kondusif agar segala aktivitas dapat berjalan dengan lancar, dan dengan demikian, sasaran dan tujuan dari aktivitas tersebut dapat dicapai. Penciptaan situasi yang kondusif ini bertumpu pada strategi komunikasi yang tepat dan pendekatan relasional yang mengutamakan empati.


Secara sederhana, ada 3 proses penting dalam stakeholder management, yakni identifikasi (stakeholder analysis), menentukan prioritas (stakeholder mapping), dan mendorong keterlibatan (stakeholder engagement).


Proses tahapan ini perlu dilakukan di awal aktivitas/proyek sehingga aneka resiko dan faktor penghambat dapat diidentifikasi sejak dini. Kemudian saat aktivitas telah berjalan, peran dan pengaruh stakeholder perlu direview ulang secara rutin.

Contoh proses pengelolaan pemangku kepentingan. 

Analisis Pemangku Kepentingan

Tahapan ini dimulai dengan menyusun daftar lengkap berisi semua pihak yang akan berperan dan berpengaruh pada kesuksesan suatu aktivitas, program, produk, atau inisiatif. Pengaruh ini bisa positif maupun negatif. Misalnya dalam proses launching produk baru, kompetitor (jumlah kompetitor, kualitas produk kompetitor) akan mempunyai dampak terhadap produk yang akan dipasarkan.


Stakeholder dapat dikelompokkan ke dalam 2 grup besar, yakni internal stakeholder dan eksternal stakeholder. Yang pertama adalah pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan aktif dalam sebuah aktivitas (karyawan, manager, investor, pemberi proyek, direktur, dll). Sedangkan eksternal stakeholder merupakan pihak yang turut menentukan keberhasilan proyek namun tidak dengan cara langsung (vendor, supplier, masyarakat, pemerintah lokal, dan lain-lain).

Pada tahapan ini, perlu diidentifikasi stakeholder yang memiliki sentimen positif dan yang memiliki sentimen negatif terhadap aktivitas, program, atau produk.


Pemetaan Stakeholder

Atau stakeholder mapping. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan tingkat peran dan pengaruh masing-masing stakeholder terhadap kesuksesan aktivitas, untuk kemudian disusun dalam skala prioritas.


Mengutip situs website hubspot.com, ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam pemetaan pemangku kepentingan:

  • RACI Matrix. Biasanya digunakan untuk menentukan tingkat keterlibatan masing-masing pihak. Responsible (R) adalah yang melaksanakan tugas; Accountable (A) adalah pemberi tugas; Consulted (C) adalah konsultan atau pengarah tugas; dan Informed (I) adalah pihak-pihak yang perlu diberitahu/mendapat update atas setiap perubahan atau informasi yang ada.
  • Power/Interest Grid atau Salience model. Digunakan ketika ada banyak stakeholder yang terlibat. Salience model dapat membantu menyusun prioritas pendekatan atau komunikasi ketika kepentingan stakeholder ‘bertabrakan’ satu sama lain.
  • Influence/Impact Matrix. Cara ini membantu mengidentifikasi stakeholder dari segi pengaruh dan dampak setiap aksi stakeholder terhadap aktivitas project. Tentu saja pihak yang setiap aksinya memiliki pengaruh dan dampak begitu signifikan perlu mendapat prioritas utama.


Proses pemetaan stakeholder ini perlu direview secara berkala karena setelah proses stakeholder engagement -- yang akan dibahas di bawah ini, posisi mereka pada skala prioritas bisa bergeser.

Stakeholder Engagement

Meskipun berada dalam proses stakeholder management, beberapa sumber membuat pemisahan antara stakeholder engagement dan stakeholder management. Andrew L. Freeman & Samantha Miles, dalam bukunya Stakeholders: Theory and Practice (2006), menuliskan bahwa fokus stakeholder management adalah mengelola relasi antar stakeholder (stakeholder relationship management).

Sedangkan, stakeholder engagement merujuk pada pelibatan lebih jauh, yakni langkah-langkah untuk melibatkan pemangku kepentingan dalam aktivitas atau pengambilan keputusan yang memiliki dampak besar bagi mereka.


Dalam konteks stakeholder management sebagai pengelolaan relasi, hal terpenting adalah memahami pemangku kepentingan dengan baik: mengetahui apa kebutuhan, motivasi, harapan mereka terhadap hasil akhir (interests), persoalan yang dihadapi, dan kekhawatiran yang dimiliki. Semakin detail dan lengkap informasi, maka bisa ditemukan pula strategi komunikasi yang tepat. Bertemu dan berkomunikasi langsung, melalui survey, ataupun focus group discussion merupakan beberapa cara untuk memperoleh pemahaman yang baik.


Perlu digarisbawahi bahwa tujuan stakeholder management tidak semata-mata agar apapun keputusan dapat disetujui oleh semua pihak. Justru, ketika ada ketidaksetujuan atau resistensi, menjadi tantangan untuk memberikan pemahaman kepada stakeholder. Bisa jadi juga sebaliknya, keberatan stakeholder menjadi masukan bagi pembuat keputusan agar memikirkan win-win solution.


Clarkson Center for Business Ethic & Board Effectiveness menawarkan 7 prinsip stakeholder management sebagai berikut:

  1. Manajer harus mengakui dan secara aktif memantau kekhawatiran semua pemangku kepentingan yang sah, dan harus mempertimbangkan kepentingan mereka secara tepat dalam pengambilan keputusan dan operasi perusahaan.
  2. Manajer harus mendengarkan dan secara terbuka berkomunikasi dengan pemangku kepentingan mengenai keprihatinan serta kontribusi masing-masing, dan tentang risiko yang mereka asumsikan karena keterlibatan mereka dengan korporasi.
  3. Manajer harus mengadopsi proses serta cara perilaku yang sensitif terhadap keprihatinan dan kemampuan masing-masing konstituensi pemangku kepentingan.
  4. Manajer harus mengenali saling ketergantungan antara upaya serta penghargaan di antara para pemangku kepentingan, dan harus berupaya mencapai distribusi yang adil atas manfaat dan beban kegiatan perusahaan di antara mereka, dengan mempertimbangkan risiko dan kerentanan masing-masing.
  5. Manajer harus bekerja sama dengan entitas lain, baik publik maupun swasta, untuk memastikan bahwa risiko dan kerugian yang timbul dari aktivitas perusahaan diminimalkan dan, di mana hal itu tidak dapat dihindari, diberi kompensasi yang tepat.
  6. Manajer harus menghindari kegiatan yang sama sekali dapat membahayakan hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut (mis., Hak untuk hidup) atau menimbulkan risiko yang, jika dipahami secara jelas, tidak akan dapat diterima dengan baik oleh pemangku kepentingan yang relevan.
  7. Manajer harus mengakui potensi konflik antara (a) peran mereka sendiri sebagai pemangku kepentingan perusahaan, dan (b) tanggung jawab hukum dan moral mereka untuk kepentingan semua pemangku kepentingan, dan harus mengatasi konflik tersebut melalui komunikasi terbuka, pelaporan yang sesuai dan sistem insentif dan, jika perlu, review pihak ketiga.


Pada akhirnya, stakeholder engagement merupakan rencana aksi (action plan) yang menjadi ujung tombak keseluruhan proses. Karena pada tahap ini telah ditemukan asumsi relasi antara kepentingan stakeholder dengan tujuan aktivitas atau program. Apabila ada perbedaan, maka proses konsultasi, negoisasi, atau pun kompromi dilakukan hingga terdapat titik temu.


Pada level perusahaan atau korporasi, tahapan stakeholder engagement biasanya diwujudkan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR). Contoh lainnya, pada level karyawan, pelaksanaan hari volunter (volunteer day) atau field trip (kunjungan lapangan) dapat disebut sebagai contoh kecil proses engagement.


Pengelolaan pemangku kepentingan, sebagai elemen penting dalam kesuksesan suatu program, produk, aktivitas maupun inisiatif, memerlukan pengerjaan yang detil, matang, dan menyeluruh pada setiap tahapannya. Apalagi dengan makin banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat. Artinya, ada semakin banyak kepentingan turut campur.


Oleh karena itu, peran ahli atau konsultan dalam pengelolaan stakeholder sangat diperlukan sebagai pemberi masukan agar setiap langkah maupun keputusan yang diambil dapat efisien, efektif, dan menjadi win-win solution bagi semua pihak.  (Antonius Andri - @aandrisetya).         



Pustaka untuk artikel ini dan referensi lanjutan:

https://inmarketing.id/stakeholder-management-adalah.html

https://www.linkedin.com/pulse/stakeholder-management-most-critical-soft-skill-magda-maggie-ramos

https://blog.hubspot.com/marketing/stakeholder-management

https://www.ckju.net/en/dossier/stakeholder-management-complex-projects-what-it-why-it-matters-and-how-do-it

https://www.healthknowledge.org.uk/public-health-textbook/organisation-management/5b-understanding-ofs/managing-internal-external-stakeholders

https://manajemenpembebas.wordpress.com/tag/stakeholder/



Artikel ini dipublikasikan pada 27 Maret 2023   ||  Pembaharuan terakhir pada: -