Artikel

Triple Bottom Line, Cara Untuk Menjadi Yang Terbaik

Bagi Dunia

Menjadi yang terbaik di dunia (best in the world) tidak lagi menarik. Pandangan kini mulai beralih pada siapa mampu menjadi yang terbaik bagi dunia (best for the world).

Tak seorang pun mengharapkan datangnya bencana. Yang kerap terjadi adalah terlalu fokus pada satu hal, sampai-sampai tidak tahu atau tidak menyadari adanya dampak yang memicu terjadinya bencana. Dalam bentuk apa pun: bencana alam, bencana finansial, bencana moral, dan lain-lain.


Konsep Triple Bottom Line (TBL) pun hadir melalui proses yang serupa. Selama puluhan tahun sebelumnya, bisnis-bisnis mengukur kesukesannya melalui performa keuangan. Sebenarnya, bottom line sendiri mengacu pada bagian paling bawah dalam sebuah laporan keuangan. Sedang profit (untung) atau loss (rugi).


Adalah para aktivis lingkungan dan aktivis sosial yang menghembuskan kritik bahwa parameter performa suatu bisnis harus lebih dari sekadar performa keuangan. Menurut catatan Wikipedia, ajakan ini muncul di tahun 1981 ketika Freer Spreckley, melalui publikasi Social Audit – A Management Tool for Co-operative Working, menyerukan bahwa perusahaan perlu mengukur dan melaporkan bukan hanya satu hal, melainkan 3 hal: performa keuangan (financial performance), penciptaan kesejahteraan social (social wealth creation), dan tanggung jawab lingkungan (environmental responsibility).


Tiga aspek tersebut kemudian diformulasikan oleh John Elkington pada tahun 1994 ke dalam sebuah istilah Triple Bottom Line. Konsep ini kemudian dijabarkan secara mendetail dalam buku Cannibals with Fork: The Triple Bottom Line of 21st Century Business (1997). Inilah asal muasal konsep Triple Bottom Line yang digunakan hingga hari ini.

PRINSIP POKOK TRIPLE BOTTOM LINE

Triple Bottom Line (TBL atau 3BL) disuarakan oleh Elkington sebagai tantangan untuk memikirkan ulang kapitalisme. Bahwa perusahaan atau bisnis harus berhenti untuk melulu fokus terhadap keuntungan saja, melainkan juga fokus terhadap kesejahteraan manusia dan bumi. Oleh karena itu, dalam konsep Triple Bottom Line dikenal prinsip 3P: Prosperity/Profit, People, Planet. Tiga aspek ini perlu dijalankan bersamaan sebagai sebuah kesatuan konsep atau ide.


Profit/Prosperity. Keuntungan tentu saja adalah tujuan suatu bisnis. Dalam TBL, optimalisasi keuntungan juga dilakukan melalui efisiensi biaya, perampingan birokrasi, dan lain-lain. Selain itu, keuntungan diperluas konteksnya tidak semata keuntungan finansial, melainkan juga keuntungan dari segi popularitas (brand value) serta manfaat bagi keseluruhan stakeholder.


People. Merupakan fokus pada kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitar suatu bisnis dan orang-orang di dalam bisnis tersebut (karyawan, vendor, konsumen). Aspek ini yang kerap kali dieksekusi melalui program Corporate Social Responsibilitiy (CSR).


Planet. Perhatian kepada ekosistem kehidupan secara keseluruhan. Bagaimana agar praktek sebuah bisnis tidak membahayakan atau merugikan alam. Tak bisa dipungkiri bahwa era Revolusi Industri membuka pintu bagi perubahan kemajuan dunia. Di saat yang sama, harga yang harus dibayar adalah ancaman perubahan iklim karena polusi dan penanganan limbah. Ancaman bagi planet ini yang lalu perlu ditangkis dengan pengendalian emisi karbon, efisiensi energy, serta inovasi energi-energi terbarukan.


Pada tahun-tahun awal penerapan konsep TBL, hambatan yang nyata dari konsep ini adalah soal pengukuran untuk aspek people dan planet, karena sifatnya yang cenderung kualitatif. Tidak seperti profit yang bisa lebih mudah disajikan dalam format kuantitatif. Seiring dengan waktu, metode-metode baru berkembang, seperti SROI untuk mengukur aspek people, AMDAL untuk mengukur aspek planet.

TANTANGAN MASA DEPAN

Triple Bottom Line telah menjadi fondasi bagi lahirnya suatu entitas bisnis yang berkelanjutan. Bahwa, meskipun nampak terlalu idealis dan tidak realistis sekalipun di mata kapitalisme, pencapaian tujuan dengan cara-cara yang baik (do well by doing good) tetap applicable (bisa diterapkan) dan relevan, mengingat pada tujuannya yang mulia.


Penelitian Nielsen menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi di Amerika Serikat. Sekitar 48% konsumen di Amerika Serikat mau merubah pola konsumsinya demi meminimalisir dampak lingkungan. Secara angka, penjualan barang-barang retail (consumer goods) ramah lingkungan di Amerika Serikat mencapai angka 125 miliar US Dollar pada tahun 2018.


Hanya saja, prakteknya di level-level bisnis dianggap belum mampu memberikan manfaat yang sama pada ketiga aspek Triple Bottom Line. Hal ini disampaikan sendiri oleh sang pencetus, John Elkington, melalui tulisannya berjudul 25 Years Ago I Coined The Phrase ‘Triple Bottom Line’. Here is Why It’s Time To Rethink It, yang dipublikasikan pada tahun 2018.


Hal yang paling disorotinya adalah Triple Bottom Line yang dipandang hanya sebagai metode akuntansi. Artinya, alih-alih menjadi pendorong bagi transformasi bisnis, terutama transformasi atas kapitalisme, Triple Bottom Line masih dilihat sebagai penyeimbang, sebagai sebuah cara berkompromi.


Sederhananya, profit masih dianggap sebagai yang utama, kemudian baru kedua aspek lainnya menyusul. Tulisan tersebut juga mengutip pernyataan Patrik Thomas, pensiunan CEO sebuah perusahaan di Jerman, Covestro, bahwa praktek-praktek TBL masih menyentuh 2 aspek saja (profit, people), sementara untuk aspek planet, masih perlu dipikirkan metode yang paling efektif.


Karenanya, 25 tahun setelah pengenalan Triple Bottom Line, diperlukan inovasi-inovasi, eksperimen, serta perubahan serentak, agar aplikasi ketiga aspeknya dapat dijalankan secara secara menyeluruh sebagai sebuah kesatuan, layaknya sebuah garpu dengan 3 ujung. (Andri Setya - @aandrisetya).         



Pustaka untuk artikel ini dan referensi lanjutan:

https://en.wikipedia.org/wiki/Triple_bottom_line

https://online.hbs.edu/blog/post/what-is-the-triple-bottom-line

https://hbr.org/2018/06/25-years-ago-i-coined-the-phrase-triple-bottom-line-heres-why-im-giving-up-on-it

https://sustain.wisconsin.edu/sustainability/triple-bottom-line/

https://www.investopedia.com/terms/t/triple-bottom-line.asp

https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/people-profit-and-planet/

https://blog.olahkarsa.com/triple-bottom-line-sejarah-definisi-dan-susbtansinya/



Artikel ini dipublikasikan pada 17 Januari 2023   ||  Pembaharuan terakhir pada: -